Teng!
Akhirnya lonceng jam pun berdentang. Hari ini saya resmi kembali jadi penganggur. Acara resmi perpisahan sih sudah dilakukan beberapa waktu lalu. Kami dapat kenang-kenangan berupa jam handy-craft yang bagus banget. Hari terakhir ngantor, kemarin, saya bersalaman dengan teman-teman di kantor, dari berbagai negara. Yang paling menyedihkan, saat bersalaman dan berpelukan dengan Mrs. Zahidi, orang India yang jadi Direktur Radio India. Entahlah, apa karena India-nya itu ya, jadi mellow pisan euy. Saya sampai tidak tahan meneteskan air mata dan Ms Zahidi pun berkaca-kaca dan bersuara serak. Padahal seringkali, kami hanya saling mengobrol saat berjumpa di toilet. Tapi, harus saya akui, Mrs Zahidi memang orang yang benar2 menyenangkan, ramah (padahal statusnya boss) dan keibuan. Zhang Mi dari China dan Sumayyah Asyuri pun terlihat terharu, tapi bukan karena mau pisah sama saya, melainkan sama Reza (yang tiap harisaya bawa ke kantor). Alireza dan Muhammad –dua fans utama Reza—juga kelihatan sedih.
Pulang ke rumah, saya bingung mau ngapain. Padahal, hari terakhir kerja ini sudah saya nanti-nanti sejak lama, karena saya selama ini tidak sempat packing saking sibuknya. Saya semula berharap, setelah kontrak kerja habis, saya jadi sangat santai dan bisa melakukan banyak hal. Tapi kok sekarang malah bengong ya? Rasanya sendu juga, tiba-tiba jadi penganggur (lagi). Seperti ada yang hilang dari diri ini. Ketika saya mengungkapkan isi hati kepada suami, dia bilang, “Itu artinya Mama masih menyandarkan diri pada status-status duniawi. Cara berpikir kayak gitu hanya akan menyiksa diri, Ma.” (ehm, rada filsuf yak, si Akang :D).
Akhirnya… saya pun mengutak-atik blog baru yang selama ini terbengkalai. Packing? Ah, nanti lagi deh. Lumayan lah, si blog pun jadi. Lalu, chatting dengan Adinda, curhat. Kalimatnya yang sangat bijaksana, berhasil menghibur hati saya:
“Pengangguran itu kan istilah yang kita ciptakan sendiri. Selama seseorang masih berkarya, dia tidak bisa disebut penganggur.”
foto: dgn teman2 kantor