Dalam sebuah pertemuan dengan beberapa ibu pemerhati parenting, ada ibu yang sharing tentang sebuah kasus, lalu disambung dengan cerita yang lain lagi dengan tema sama, yaitu: homoseksualitas.
Ceritanya begini. Seorang anak laki-laki kelas 1 SD, sekolah di sekolah berlabel agama, diperlakukan tidak senonoh oleh gurunya. “Untungnya” belum terjadi intercourse, ‘hanya’ ditempelkan ‘itu’-nya. Si anak mengadu pada ibunya dan langsung si ibu memindahkan anaknya.
Kasus lain, seorang anak laki-laki disodomi oleh pengasuhnya (jangan salah, pengasuhnya ini lelaki ‘pilihan’, educated, dan dari luar kelihatan sangat relijius) selama beberapa tahun. Setelah ketahuan, terlambat. Si anak yang sudah remaja ini sudah kecanduan hubungan seks dengan sesama jenis. Pada saat-saat tertentu, secara rutin, dia “sakaw”, ingin melakukan ‘itu’. Entah bagaimana cara menyembuhkannya.
Seorang ibu menganalisis bahwa ketika sudah terjadi intercourse, apalagi bila berkali-kali, ada syaraf-syaraf dalam otak yang berubah, dan bahkan menjadi rusak, dan kecenderungan homoseksualitas pun ‘tertularkan’. Artinya, si anak yang tadinya suci, normal, karena disodomi akhirnya ikut-ikutan jadi homoseks.
Dan kabarnya, kejadian ini sangat banyak menimpa anak-anak Indonesia… Bahkan anak yang sudah jadi korban akan ‘digilir’ di antara orang-orang dewasa (sepertinya mereka sudah ada jaringannya). dan bisa dibayangkan, anak-anak itu tumbuh seperti apa (jiwanya). Secara lahiriah, mereka mungkin akan tumbuh jadi orang sukses secara akademis, bahkan punya jabatan penting. Tapi, orang-orang penting inilah yang kemudian menjadi ‘pelindung’ gerakan homoseksualitas. 😦
Para pembela homoseksualitas biasanya memberikan argumen antara lain:
- Setiap orang berhak untuk memiliki orientasi seksual masing-masing; karena itu tidak boleh ada penindasan terhadap orang dengan orientasi seksual yang berbeda!
- Kalaulah seseorang itu homoseksual, kenapa yang lain harus marah? Kalau sebagian memang menganggap itu haram menurut agama, ya nyatakan saja haram, biarkan Tuhan yang menghukumnya!
Dua kalimat di atas saya copas dari email seseorang bergelar doktor (!) tapi argumen serupa banyak diungkapkan oleh orang-orang di internet.
Jawaban saya atas argumen di atas, pakai logika saja: jika benar seorang berhak menjadi homoseks, oke, tapi dia tidak berhak menularkannya kepada orang lain! Homoseksualitas itu bukan genetic (atau ‘ciptaan’ Tuhan), melainkan ‘ditularkan’ oleh lingkungan. Cerita di atas adalah buktinya. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Cameron Ph.D (Family Research Institute) pun menemukan bahwa di antara penyebab munculnya dorongan untuk berperilaku homo, adalah pernah disodomi waktu kecil (dan parahnya, perilaku mensodomi anak kecil menjadi salah satu ‘budaya’ kaum homo), dan pengaruh lingkungan, yaitu sbb:
- Sub-kultur homoseksual yang tampak/terlihat dan diterima secara sosial, yang mengundang keingintahuan dan menumbuhkan rasa ingin mengeksplorasi (=ingin mencoba)
- Pendidikan yang pro-homoseksual (bayangkan bila di sekolah-sekolah kita –seandainya para pendukung homoseks berhasil menggolkan agenda politik mereka—ada kurikulum tentang kesetaraan seksual, setiap orang berhak jadi apa saja, heteroseksual atau homoseksual; kurikulum seperti ini konon dicoba diterapkan di AS karena menteri pendidikan era Obama ini adalah tokoh pro-homoseksual).
- Toleransi sosial dan hukum terhadap perilaku homoseksual
- Adanya figur yang secara terbuka berperilaku homoseksual
- Penggambaran bahwa homoseksualitas dalah perilaku yang normal dan bisa diterima (bahkan konon di kota besar seolah menjadi gaya hidup; dianggap sebagai sesuatu yang keren dan ‘berkelas’)
Penelitian Cameron juga menunjukkan bahwa kecenderungan homoseksualitas bisa disembuhkan, antara lain, melalui pendekatan diri kepada Tuhan. Selain itu, dari sisi kesehatan, homoseksualitas juga berdampak sangat buruk bagi pelakunya. Lengkapnya bisa dibaca di sini: http://www.biblebelievers.com/Cameron3.html
Nah, masalahnya, anak-anak kita juga dikepung oleh propaganda homoseksualitas. Cowok yang berlagak gemulai menjadi trend di tivi. Lagu-lagu yang dikumandangkan artis-artis terkenal banyak yang membela homoseksualitas dan menyebut ini perilaku yang genetic (memang dikasih Tuhan demikian). Bahkan penulis yang banyak dielu-elukan kalangan tertentu di Indonesia, Irshad Manji, berusaha menjustifikasi perilaku ini (dan ‘kebetulan’, Manji juga seorang lesbian), dengan membawa-bawa tafsir ayat Quran (saya pernah membantah penafsirannya itu di sini)
Balik lagi ke diskusi kami di atas. Setidaknya ada satu hal yang perlu digarisbawahi para ortu: ternyata bukan cuma anak perempuan yang harus dijaga baik-baik (karena banyak perempuan jadi korban pelecehan seks). Anak laki-laki pun menghadapi ancaman besar pelecehan seks yang dampaknya sangat sangat merusak masa depannya. Dan,… memang beresiko bila urusan pengasuhan anak diserahkan begitu saja kepada orang lain..
Semoga Allah selalu melindungi anak-anak kita.. Semoga Allah membuat kita para ortu selalu awas dan waspada, dan memberi kita kemampuan untuk menjaga anak-anak..menjauhkan kita dari lengah dan lalai.. Amiin YRA.