Kemarin saya nonton “A Monster Call”, berdua saja dengan anak saya, Reza. Film ini untuk remaja, Reza baru 10 tahun. Tapi saya pikir, kemampuan berpikir Reza sudah melampaui umurnya dan dia memang suka ‘berpikir’ (merenung). Beruntungnya, film ini seolah memang dibuat untuk para perenung, yang mau berlama-lama memikirkan bahwa dunia ini tidak hitam putih, bahkan dalam satu objek pun ada kontradiksi, ada ke-kompleks-an.
Di dalamnya, ada seorang monster yang menceritakan 3 kisah kepada seorang anak bernama Conor. Kisahnya out of the box semua. Saya ceritakan yang pertama dan kedua saja (sisanya nonton sendiri). Kisah pertama, seorang raja menikah dengan seorang penyihir. Tak lama kemudian, si raja meninggal. Semua mengira si penyihirlah yang meracuni raja, termasuk si pangeran. Si penyihir pun menjadi Ratu, penguasa kerajaan. Anak si raja, yang sudah remaja, di saat yang sama jatuh cinta kepada seorang anak petani. Si Ratu, karena ingin terus berkuasa, meminta sang pangeran menikahinya. Sang pangeran menolak, lalu kabur bersama kekasihnya. Keesokan harinya, sang kekasih meninggal. Sang pangeran pun menggalang massa untuk memberontak kepada Ratu. Rakyat yang marah pada Ratu yang membunuh anak petani, menjadi pasukan yang sangat tangguh. Pemberontakan berhasil, sang pangeran pun menjadi Raja, hidup panjang umur, dan dicintai rakyatnya.